Rabu, 12 Januari 2011

Gambar Tuntunan Shalat Berjama'ah


1. Hadist tentang shalat berjama'ah dua orang laki-laki
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anu:
"Aku shalat bersama Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam di suatu malam, aku berdiri di samping kirinya, lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memegang bagian belakang kepalaku dan menempatkan aku di sebelah kanannya." (HR. Bukhari)

2. Hadits tentang shalat berjama'ah dua orang laki-laki atau lebih
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu:
"Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berdiri shalat maghrib, lalu aku datang dan berdiri di samping kirinya. Maka beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menarik diriku dan dijadikan di samping kanannya. Tiba-tiba sahabatku datang (untuk shalat), lalu kami berbaris di belakang beliau, dan shalat bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam." (HR. Ahmad)

3. Hadits tentang shalat berjama'ah seorang laki-laki dan seorang perempuan
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:
Bahwa beliau shalat di belakang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersama seorang yatim sedangkan Ummu Sulaim berada di belakang mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Hadits tentang shalat berjama'ah dua orang laki-laki dan seorang perempuan atau lebih
Menggunakan perpaduan hadist antara Ibnu Abbas dan Anas bin Malik radhiyallahu 'anhuma di atas (1 & 3).

5. Hadits tentang shalat berjama'ah dua orang wanita
Keumuman hadits Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu (hadits 1).

6. Hadits tentang shalat berjama'ah tiga orang wanita atau lebih
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Bahwa Aisyah shalat menjadi imam bagi kaum wanita dan beliau berdiri di tengah shaff." (HR. Baihaqi, Hakim, Daruquthni dan Ibnu abu Syaibah)

7. Hadits tentang shalat berjama'ah beberapa orang laki-laki dan beberapa perempuan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:
"Sabaik shaff laki-laki adalah yang paling pertama, dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir. Dan sebaik-baik perempuan adalah yang paling terakhir,dan seburuk-buruknya adalah yang paling pertama." (HR. Muslim)
Dari hadits di atas maka shaff laki-laki di depan sedangkan shaff perempuan di belakang.

8. Hadits tentang shalat berjama'ah bila ada anak-anak
Dari Abu Malik Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu:
"Bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjadikan (shaff) laki-laki di depan anak-anak, anak-anak di belakang mereka sedangkan kaum wanita di belakang anak-anak." (HR. Ahmad)

9. Hadits perintah untuk merapatkan barisan atau shaff
Dari Nu'man bin Ba'syir radhiyallahu 'anhu:
"... Dan aku melihat semua laki-laki yang shalat saling mendekatkan antara pundak dengan pundak lainnya dan mata kaki dengan mata kaki lainnya." (HR. Bukhari)

Gambar Tuntunan Shalat Sesuai Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam


















Gambar Tata Cara Berwudhu Sesuai Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam









SHALAT YANG DITERIMA ALLAH

Ternyata, sholat yang kita lakukan hanya diterima oleh Allah cuma 50%nya ... atau 25%, atau bahkan cuma 10%nya saja .... tergantung kepada kadar kekhusyu'an, thuma'ninah dan tata cara shalat yang dilakukan, apakah sudah sesuai dengan tata cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam atau belum. Baik dalam hal gerakannya, doa-doa dan dzikirnya ataupun adab-adabnya. Lalu, bagaimana agar shalat kita diterima Allah ?
إِنَّ الْعَبْدَ لَيُصَلِّي الصَّلاَةَ مَا يُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا إِلاَّ عُشْرُهَا تِسْعُهَا

ثُمُنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

"Sesungguhnya seorang hamba mengerjakan shalat, dan tidaklah ditulis baginya pahala dari shalat tersebut, kecuali sepersepuluhnya, atau sepersembilannya, atau seperdelepannya, atau sepertujuhnya, atau seperenamnya, atau seperlimanya, atau seperempatnya, atau sepertiganya, atau setengahnya."
(HR. Abu Dawud, an-Nasa'i. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 761)

Maka menjadi KEWAJIBAN setiap Muslim untuk mempelajari kaifiyyah (tata cara) Shalat Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam agar bisa mengetahui secara rinci bagaimana beliau melakukan sujud, ruku' ataupun duduk di dalam shalat. Serta mengetahui doa-doa dan dzikir di dalam shalat.

Hal ini tidak lain dalam rangka meneladani beliau dalam hal shalat yang merupakan tiang agama dan pokok penting dalam agama ini. Bahkan beliau telah memerintahkan kepada kita untuk mencontoh shalat beliau dengan sabdanya:
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى

"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat".
(HR. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Nah, jika seorang hamba bisa melakukan shalatnya dengan benar sesuai dengan yang disyariatkan, maka insya Allah shalatnya itu akan berfungsi sebagai pencegah dari perbuatan keji dan munkar.
وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

"Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar". (QS. Al-Ankabut : 45)

Alhamdulillah sudah banyak buku terjemahan yang membahas tentang tata cara shalat sesuai sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam.

 
 Wallaahu a'lamu bish-shawaab.

Jalan Menggapai Hidup Bahagia

 
Saudara pembaca budiman, sesungguhnya ketenangan hati, kebahagiaan, dan hilangnya kegundahan adalah dambaan bagi setiap insan. Sebab dengan itulah kehidupan yang baik, perasaan senang dan tenteram dapat dicapai. Dan untuk mendapatkan itu semua  ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, baik faktor dinniyah (keagamaan), faktor alami, dan faktor amaliyyah (amal/perbuatan). Oleh karena itu, dalam edisi kita kali ini kami akan menyebutkan beberapa faktor yang menunjang tercapainya kebahagiaan sebagai cita-cita utama yang diinginkan oleh stiap orang. Ada sebagian orang yang sudah memenuhi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut sehingga dapat hidup tenang dan baik. Ada sebagian lagi sama sekali tidak memenuhi faktor-faktor , sehingga dia hidup sengsara dan tidak bahagia. Dan ada lagi yang setengah-setengah. Selamat membaca!

Iman dan Amal Sholih   

Ini adalah faktor yang paling penting dan paling mendasar untuk menggapai suatu kebahagiaan. Alloh Ta'ala berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً

وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

"Barang siapa yang mengerjakan amal sholih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Nahl:97)

Dalam ayat ini Alloh Ta'ala memberitakan dan menjanjikan bagi orang yang dapat mengumpulkan iman dan amal sholih, dengan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia ini dan balasan yang baik pula di dunia dan akhirat. Sebabnya sudah jelas, karena ....
orang yang beriman kepada Alloh Ta'ala dengan iman yang benar yang dapat membuahkan amal sholih dan dapat meperbaiki kondisi hati, moral (tingkah lakunya), atau urusan keduniaan dan akhiratnya berarti dia sudah mempunyai pondasi dan dasar yang kuat untuk menghadapi segala kemungkinan-kemungkinan baik yang mendatangkan kebahagiaan dan kesenangan atau kemungkinan buruk yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesenangan, atau kemungkinan buruk yang dapat mendatangkan kegoncangan, kesumpekan, dan kesedihan.

Kebahagiaan dan kesenangan mereka sambut dengan menerimanya, mensyukurinya, dan mempergunakannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Sedangkan cobaan, kemudhorotan, kesempitan, dan keruwetan, dia hadapi dengan kesabaran.

Dalam sebuah hadits shohih Rosululloh shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ

إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Sungguh luar biasa urusan orang yang beriman itu. Sesungguhnya setiap urusannya (akan mendatangkan) kebaikan. Hal itu tidak (diberikan) untuk siapapun kecuali untuk orang yang beriman. Bila dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, dan syukur itu adalah kebaikan untuknya. Bila dia mendapatkan musibah, dia bersabar dan sabar itu adalah kebaikan untuknya. ” (HR. Muslim: 2999)

Aktivitas, Ilmu dan Konsentrasi

Diantara hal yang dapat menolak kesedihan dan kegelisahan serta hati yang galau ialah:

1.Menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas pentingnya atau dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat.
Aktivitas semacam ini bisa mengalihkan perhatian hati seseorang dari hal-hal yang dapat menggoncangkan hatinya. Bahkan, mungkin mampu melupakan faktor-faktor yang mendatangkan kesedihan dan musibah. Jiwanya menjadi tenang dan semangatnya pun bertambah. Betapa banyak orang yang ditimpa kegoncangan hati dan kesedihan yang berlarut, sampai akhirnya ditimpa berbagai macam penyakit, ternyata obat yang paling tepat untuk itu adalah dengan melupakan faktor-faktor yang membuatnya gelisah dan menyibukkan diri dengan aktivitas-aktivitas pentingnya. 

2.Mengkonsentrasikan (memusatkan) segenap pikiran pada tugas /pekerjaan yang ada pada hari itu, tidak memikirkan hal yang masih akan datang serta kesedihan yang pernah terjadi
Karena itu Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam memohon perlindungan dari al-ham dan al-huzn. Al-huzn artinya kesedihan atas hal-hal yang telah berlalu yang sudah tidak mungkin ditolak dan diraih kembali. Al-ham artinya kesedihan yang terjadi karena perasaan takut akan hal yang akan datang. Dengandemikian, seorang hamba akan menjadi “ibnu yaumih” (putera harinya), dia akan giat dan bersungguh-sungguh memperbaiki hari dan waktu yang dia lalui saat itu. Bila hati dikonsentrasikan untuk hal ini, dia akan berusaha menyempurnakan semua tugasnya. Dengan demikian, dia akan terhibur dari kesedihan dan musibahnya. 

Dzikir, Ingat Nikmat dan Melihat ke Bawah

Termasuk faktor utama yang mendatangkan sikap lapang dada dan ketenangan serta menghilangkan kesedihan adalah:

1.Banyak berdzikir kepada Alloh
Alloh berfirman :

أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)

2.Ingat dan membicarakan nikmat-nikmat Alloh, baik yang nampak maupun yang tidak nampak.

Dengan mengetahui dan membicarakannya niscaya Alloh akan menolak kesedihan yang ada dan mendorong hamba untuk selalu bersyukur. Dan bila seorang hamba ingin membandingkan antara nikmat-nikmat Alloh yang banyaknya tidak dapat dihitung dengan jumlah musibah yang menimpa, tentu musibah itu tiada artinya.

3.  Melihat ke bawah

Rosululloh shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ

وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ

فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

”Lihatlah orang yang ada di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang di atas kalian. Sesungguhnya hal ini lebih baik bagi kalian sehingga kalian tidak meremehkan nikmat Alloh yang diberikan kepada kalian.”
(HR. Muslim: 2693, Tirmidzi: 2513, Ibnu Majah: 4142)

Ikhitar dan Do’a

Termasuk diantara hal-hal yang dapat mendatangkan kesenangan dan menghilangkan kesedihan adalah:

1.Berusaha menghilangkan faktor yang menyebabkan kesedihan tersebut serta berusaha mencari faktor yang dapat mendatangkan kesenangan dan yang diinginkan

Caranya yaitu melupakan musibah-musibah yang sudah berlalu dan tidak mungkin bisa diatasi. Jauga harus memahami bahwa menyibukkan pikiran dengan hal-hal tersebut adalah perbuatan sia-sia, tidak berguna, dan gila. Dengan demikian, dia berusaha agar hatinya tidak lagi memikirkan hal-hal tersebut, berusaha menghilangkan kegelisahan hatinya, kekurangan, perasaan takut, dia memahami bahwa masa depan tidak bisa diketahui, termasuk di dalamnya masalah kebaikan, kejelekan, harapan-harapan, dan musibah. Semuanya berada di tangan Alloh Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Manusia tidak kuasa apa-apa kecuali berusaha mendapatkan kebaikan dan menolak kemudhorotan.

2.Termasuk hal yang paling berguna untuk menyambut masa depan yang baik adalah menggunakan do’a yang pernah dipanjatkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam :

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِيْ دِيْنِيْ الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِيْ

وَأَصْلِحْ لِيْ دُنْيَايَ الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشِيْ

وَأَصْلِحْ لِيْ آخِرَتِيْ الَّتِيْ فِيْهَا مَعَادِيْ

وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِيْ فِيْ كُلِّ خَيْرٍ

وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِيْ مِنْ كُلِّ شَرِّ
”Ya Alloh, perbaikilah agamaku yang merupakan urusan pokokku, perbaikilah duniaku yang didalamnya terdapat kehidupanku, perbaikilah akhiratku yang ke sanalah tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini tambahan bagiku dalam setiap kebaikan dan (jadikanlah) kematian itu keterlepasan bagiku dari setiap keburukan.” (HR. Muslim: 2720)

Bila seorang hamba memanjatkan do’a ini untuk kebaikan agama dan dunianya pada masa akan datang, disertai hati yang hadir, niat yang benar dan memang berusaha untuk itu, niscaya Alloh akan mengabulkan do’a, harapan, dan apa yang dia usahakan. Berubahlah kesedihannya menjadi kebahagiaan dan kesenangan. 

Tegar dan Tawakal

 Salah satu cara ampuh untuk pengobatan penyakit syaraf/kejiwaan, bahkan juga penyakit fisik, adalah dengan menghadirkan:

1.Hati yang kuat, tegar dan tidak terpengaruh oleh ilusi dan khayalan pikiran-pikir negatif
Sebab, bila seseorang sudah mau menerima khayalan-khayalan maka hatinya akan memberikan reaksi terhadap berbagai pengaruh dari luar, seperti: perasaan takut akan penyakit dan sebagainya, atau perasaan marah dan merasa sangat terganggu oleh hal-hal yang menyakitkan atau karena memikirkan musibah yang akan menimpa atau kenikmatan yang akan hilang. Semua itu akan menenggelamkannya dalam kesedihan, penyakit rohani maupun jasmani, dan menghancurkan jiwanya. Dampak buruk dan bahayanya sudah banyak diketahui orang-orang. 

2.Tawakal dan bersandar kepada Alloh
Alloh berfirman :

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

… dan barang siapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya … (QS. 65: 3)

Artinya, Alloh akan mencukupkan baginya semua yang dia butuhkan dari urusan agama dan dunianya. Maka orang yang bertawakal kepada Alloh akan kuat hatinya, tidak dapat dipengaruhi oleh prasangka-prasangka buruk dan tidak dapat digoncangkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Sebab dia tahu hal itu termasuk indikasi (tanda) lemahnya jiwa dan perasaan takut yang tidak beralasan. Dia tahu, Alloh akan menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal kepada-Nya. Dia yakin kepada Alloh dan tenang karena percaya akan janji-Nya. Dengan demikian, hilanglah kesedihan dan kegelisahannya. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembiraan, dan perasaan takut menjadi keamanan.

Tidak Larut Dalam Kesedihan, Mengukur Nikmat Dengan Musibah
  • Orang yang berakal mengetahui bahwa kehidupan dia yang sebenarnya adalah kehidupan yang (dia jalani dengan) bahagia dan ketenangan. Kehidupan ini pendek sekali, maka tidak sepantasnya dia memperpendeknya dengan kesedihan dan larut dalam kesusahan. Sebab hal itu bertentangan dengan definisi kehidupan yang sebenarnya. Oleh karenanya, dia enggan untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam hidupnya buat bersedih dan bersusah saja.
  • Seorang hamba apabila ditimpa musibah atau takut akan sebuah musibah, hendaklah membandingkan antara nikmat-nikmat yang dia dapatkan, baik dalam urusan agama atau dunia dengan musibahyang sedang menimpanya. Dengan membandingkannya akan jelas baginya betapa banyak nikmat yang dia dapatkan dan tertutupilah musibah yang menimpanya.
Demikian wahai saudaraku, semoga  bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya, mudah-mudahan Alloh senantiasa memberikan taufiq dan pertolongan kepada kita untuk menggapai semua kebaikan dan menolak setiap kemudhorotan. Amin, Wallahu Ta’ala Alam.

Oleh Ust. Abu Harits as-Sidawi
Buletin Al Furqon Tahun ke-2 Vol. 7 No. 4 Dzulqo’dah  1428 H

Rabu, 05 Januari 2011

ILMU ADALAH PEMIMPIN AMAL [BAGUS]


Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu 'ala Rosulillah wa 'ala alihi wa shohbihi wa man tabi'ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.

Mu'adz bin Jabal –radhiyallahu 'anhu- mengatakan,
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
"Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu." (Al Amru bil Ma'ruf wan Nahyu 'anil Munkar, hal. 15)

Bukti bahwa ilmu lebih didahulukan daripada amalan
Ulama hadits terkemuka, yakni Al Bukhari berkata, "Al 'Ilmu Qoblal Qouli Wal 'Amali (Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat)" Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah ta'ala,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
"Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu." (QS. Muhammad [47]: 19)

Dalam ayat ini, Allah memulai dengan 'ilmuilah' lalu mengatakan 'mohonlah ampun'. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan 'mohonlah ampun' adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu sebelum amal perbuatan.

Sufyan bin 'Uyainah rahimahullah berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan keutamaan ilmu. Hal ini sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu'aim dalam Al Hilyah ketika menjelaskan biografi Sufyan dari jalur Ar Robi' bin Nafi' darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan, "Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan 'ilmuilah', kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?" (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108)

Al Muhallab rahimahullah mengatakan, "Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan (karena tidak didahului dengan ilmu, pen). Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang gila yang pena diangkat dari dirinya." (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 1/144)

Ibnul Munir rahimahullah berkata, "Yang dimaksudkan oleh Al Bukhari bahwa ilmu adalah syarat benarnya suatu perkataan dan perbuatan. Suatu perkataan dan perbuatan itu tidak teranggap kecuali dengan ilmu terlebih dahulu. Oleh sebab itulah, ilmu didahulukan dari ucapan dan perbuatan, karena ilmu itu pelurus niat. Niat nantinya yang akan memperbaiki amalan." (Fathul Bari, 1/108)

Keutamaan ilmu syar'i yang luar biasa
Setelah kita mengetahui hal di atas, hendaklah setiap orang lebih memusatkan perhatiannya untuk berilmu terlebih dahulu daripada beramal. Semoga dengan mengetahui faedah atau keutamaan ilmu syar'i berikut akan membuat kita lebih termotivasi dalam hal ini.

Pertama, Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu di akhirat dan di dunia
Di akhirat, Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu beberapa derajat berbanding lurus dengan amal dan dakwah yang mereka lakukan. Sedangkan di dunia, Allah meninggikan orang yang berilmu dari hamba-hamba yang lain sesuai dengan ilmu dan amalan yang dia lakukan.
Allah Ta'ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS Al Mujadalah: 11)

Kedua, seorang yang berilmu adalah cahaya yang banyak dimanfaatkan manusia untuk urusan agama dan dunia meraka.
Dalilnya, satu hadits yang sangat terkenal bagi kita, kisah seorang laki-laki dari Bani Israil yang membunuh 99 nyawa. Kemudian dia ingin bertaubat dan dia bertanya siapakah di antara penduduk bumi yang paling berilmu, maka ditunjukkan kepadanya seorang ahli ibadah. Kemudian dia bertanya kepada si ahli ibadah, apakah ada taubat untuknya. Ahli ibadah menganggap bahwa dosanya sudah sangat besar sehingga dia mengatakan bahwa tidak ada pintu taubat bagi si pembunuh 99 nyawa. Maka dibunuhlah ahli ibadah sehigga genap 100 orang yang telah dibunuh oleh laki-laki dari Bani Israil tersebut.

Akhirnya dia masih ingin bertaubat lagi, kemudian dia bertanya siapakah orang yang paling berilmu, lalu ditunjukkan kepada seorang ulama. Dia bertanya kepada ulama tersebut, "Apakah masih ada pintu taubat untukku." Maka ulama tersebut mengatakan bahwa masih ada pintu taubat untuknya dan tidak ada satupun yang menghalangi dirinya untuk bertaubat. Kemudian ulama tersebut menunjukkan kepadanya agar berpindah ke sebuah negeri yang penduduknya merupakan orang shalih, karena kampungnya merupakan kampung yang dia tinggal sekarang adalah kampung yang penuh kerusakan. Oleh karena itu, dia pun keluar meninggalkan kampung halamannya. Di tengah jalan sebelum sampai ke negeri yang dituju, dia sudah dijemput kematian. (HR. Bukhari dan Muslim). Kisah ini merupakan kisah yang sangat masyhur. Lihatlah perbedaan ahli ibadah dan ahli ilmu.

Ketiga, ilmu adalah warisan para Nabi
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
"Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak." (HR. Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho'if Sunan Abi Daud dan Shohih wa Dho'if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Keempat, orang yang berilmu yang akan mendapatkan seluruh kebaikan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
"Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama." (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Setiap orang yang Allah menghendaki kebaikan padanya pasti akan diberi kepahaman dalam masalah agama. Sedangkan orang yang tidak diberikan kepahaman dalam agama, tentu Allah tidak menginginkan kebaikan dan bagusnya agama pada dirinya." (Majmu' Al Fatawa, 28/80)

Ilmu yang wajib dipelajari lebih dahulu
Ilmu yang wajib dipelajari bagi manusia adalah ilmu yang menuntut untuk diamalkan saat itu, adapun ketika amalan tersebut belum tertuntut untuk diamalkan maka belum wajib untuk dipelajari. Jadi ilmu mengenai tauhid, mengenai 2 kalimat syahadat, mengenai keimanan adalah ilmu yang wajib dipelajari ketika seseorang menjadi muslim, karena ilmu ini adalah dasar yang harus diketahui.

Kemudian ilmu mengenai shalat, hal-hal yang berkaitan dengan shalat, seperti bersuci dan lainnya, merupakan ilmu berikutnya yang harus dipelajari. Kemudian ilmu tentang hal-hal yang halal dan haram, ilmu tentang mualamalah dan seterusnya.

Contohnya seseorang yang saat ini belum mampu berhaji, maka ilmu tentang haji belum wajib untuk ia pelajari saat ini. Akan tetapi ketika ia telah mampu berhaji, ia wajib mengetahui ilmu tentang haji dan segala sesuatu yang berkaitan dengan haji. Adapun ilmu tentang tauhid, tentang keimanan, adalah hal pertama yang harus dipelajari karena setiap amalan yang ia lakukan tentunya berkaitan dengan niat. Kalau niatnya dalam melakukan ibadah karena Allah maka itulah amalan yang benar. Adapun kalau niatnya karena selain Allah maka itu adalah amalan syirik. Ini semua jika dilatarbelakangi dengan aqidah dan tauhid yang benar.

Penutup
Marilah kita awali setiap keyakinan dan amalan dengan ilmu agar luruslah niat kita dan tidak terjerumus dalam ibadah yang tidak ada tuntunan (alias bid'ah). Ingatlah bahwa suatu amalan yang dibangun tanpa dasar ilmu malah akan mendatangkan kerusakan dan bukan kebaikan.
'Umar bin 'Abdul 'Aziz mengatakan,
من عبد الله بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح
"Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan." (Al Amru bil Ma'ruf wan Nahyu 'anil Munkar, hal. 15)

Di samping itu pula, setiap ilmu hendaklah diamalkan agar tidak serupa dengan orang Yahudi. Sufyan bin 'Uyainah –rahimahullah- mengatakan,
مَنْ فَسَدَ مِنْ عُلَمَائِنَا كَانَ فِيهِ شَبَهٌ مِنْ الْيَهُودِ وَمَنْ فَسَدَ مِنْ عِبَادِنَا كَانَ فِيهِ شَبَهٌ مِنْ النَّصَارَى
"Orang berilmu yang rusak (karena tidak mengamalkan apa yang dia ilmui) memiliki keserupaan dengan orang Yahudi. Sedangkan ahli ibadah yang rusak (karena beribadah tanpa dasar ilmu) memiliki keserupaan dengan orang Nashrani." (Majmu' Al Fatawa, 16/567)

Semoga Allah senantiasa memberi kita bertaufik agar setiap amalan kita menjadi benar karena telah diawali dengan ilmu terdahulu. Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat, amal yang sholeh yang diterima, dan rizki yang thoyib.
Alhamdulilllahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shohbihi wa sallam.

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/ilmu-adalah-pemimpin-amal.html

[KISAH] Belajar Ikhlas Dari Ali Zainal Abidin Rahimahullah

By. Rahman Hakim
Hampir-hampir saja kata ‘tidak’ tidak pernah keluar dari mulutnya…
Kalaulah bukan karena tasyahhud, niscaya ucapannya ‘Ya’ Semuanya…
(Farozdaq, salah satu penyair legendaris Arab)


       Hari itu, mendung kesedihan menyelimuti kota di mana Ali bin Husein tinggal. Penduduk kota kehilangan salah satu manusia shalih yang pernah hidup di dunia ini. Beliau adalah salah seorang tabi’in panutan dizamannya. Selain karena garis keturunannya yang masih memiliki hubungan darah dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau juga tersohor akan keluhuran budi pekertinya yang begitu harum nan semerbak, siap memikat siapa saja yang pernah mengenalnya. Beliau adalah sosok yang telah mendapat tempaan khusus dari lingkungannya yang suci. Sosok yang membalas keburukan tidak dengan keburukan tapi dengan kebaikan. Sosok yang apabila orang melihatnya niscaya ia akan berkata dalam hatinya, “Inilah keturunan Nabi yang sesungguhnya!”. Orang itu tidak lain adalah Ali bin Husein atau yang lebih dikenal sebagai Ali Zainal Abidin.
      Sebagaimana lazimnya seorang muslim ketika meninggal dunia, maka orang-orang muslim lainnya segera mengurus jenazahnya. Jasad mulia beliau diletakkan di tempat khusus untuk dimandikan. Orang-orang yang bertugas memandikan jenazah beliau pun telah siap untuk melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim jika ada saudara seagamanya yang meninggalkan dunia ini.
      Tatkala jenazah beliau diletakkan di tempat khusus untuk dimandikan, dan orang-orang bersiap untuk memandikannya, terjadilah kehebohan yang luar biasa,
          “Apa ini…!?” Kata mereka secara serempak.
        Secara mengejutkan mata para petugas yang akan memandikannya terbelalak kaget melihat warna hitam di punggung Ali Zainal Abidin. Sungguh hal yang tidak lazim sekali. Pertanda apakah ini? Apakah bekas hitam yang mereka temukan di punggung beliau mengisyaratkan bahwa beliau wafat dalam keadaan dimurkai oleh Allah, sebagaimana yang banyak dikira oleh masyarakat awam? Tapi Ah.. mana mungkin kalau ini yang terjadi kepada orang seperti beliau. Lantas, kenapa punggung beliau berwarna aneh seperti itu…
======================================================== Warning! Anda melakukan lompatan untuk menuju pembahasan yang lain tanpa ada sambungan paragraph yang relevan!
      Ternyata, tatkala malam telah menyelimuti bumi, kala mata manusia telah hanyut dalam tidurnya, ada seseorang yang selalu menyusuri jalan di kota Madinah. Punggungnya yang lemah ia paksakan untuk mengangkut beban berat berupa karung yang berisi bahan makanan. Secara diam-diam sosok misterius itu meletakkan bungkusan berisi bahan makanan di depan rumah penduduk yang ia anggap sebagai orang miskin namun ia menjaga dirinya dari menengadahkan tangan kepada orang lain. Hal ini berlangsung terus-menerus tanpa ada seorang pun yang mengetahui siapa pelakunya. Dan banyak sekali orang-orang miskin yang terbantu oleh perbuatan mulia sosok misterius ini.
       Hingga suatu ketika. Tersiar kabar bahwa tokoh panutan mereka, Ali Zainal Abidin, meninggal dunia, maka bahan makanan yang secara misterius selalu ada di depan rumah mereka kini tidak pernah muncul lagi. Ketika para petugas yang akan memandikan jenazah beliau keheranan melihat bekas hitam di punggungnya, sadarlah penduduk kota siapa sesunggguhnya pahlawan misterius yang selalu memberikan orang-orang miskin bantuan bahan pangan di malam hari secara diam-diam. Ternyata warna hitam di punggung Ali Zainal Abidin disebabkan karena saking seringnya beliau membawa karung di punggungnya lalu membawanya mengelilingi kota setiap malam untuk membagi-bagikan bahan makanan kepada orang yang membutuhkan. Beban berat inilah yang akhirnya membekas di punggung beliau. Kini, masyarakat Madinah kehilangan sosok itu. Sosok yang telah memberikan bantuan tanpa pamrih kepada banyak keluarga di kota Madinah. Sosok yang mengamalkan ajaran kakeknya yang mengajarkan; apabila tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu…
Sekilas Biografi Beliau
Ali bin Husein atau yang lebih dikenal Ali Zainal Abidin adalah salah seorang manusia shalih yang hidup di zaman tabi’in. Ia lahir di Madinah dan merupakan anak dari al Husein putra dari pasangan Fatimah az-Zahro dan Ali bin Abi Thalib. Beliau memiliki tempat yang istimewa di hati masyarakat kala itu karena keluhuran akhlak dan budi pekertinya yang sangat luhur serta garis keturunannya yang mulia.
Renungan
1) Dalam kisah di atas, bisa kita petik pelajaran berharga dari para ulama’ salaf sebagaimana usaha keras mereka dalam beramal shalih semata-mata hanya untuk mencari ridha ilahi. Mereka sangat takut apabila amal shalih yang mereka lakukan dicampakkan oleh Allah di hari kiamat kelak hanya gara-gara niat dan tujuan yang tidak lurus. Hal ini perlu direnungi kaum muslimin saat ini apabila ingin beramal. Jika menyumbang pembangunan suatu masjid misalnya, tidak perlu menancapkan papan bertuliskan “Masjid ini dibangun atas sumbangan bapak Haji Fulan…” atau yang sejenisnya.
2) Sedekah secara sirriyah atau diam-diam lebih baik diamalkan karena dapat menghindarkan diri dari penyakit hati seperti perasaan riya’ dan ujub. Adapun sedekah secara terang-terangan juga boleh dilakukan asal niatnya lurus, seperti untuk memotivasi orang lain agar ikut beramal. Bahkan di dalam ayat al Qur’an, Allah pun memuji orang-orang yang bersedekah secara diam-diam dan terang-terangan yang dilakukan semata-mata hanya untuk mencari ridha-Nya.
3) Dalam kisah di atas juga terdapat pelajaran bagi kaum muslimin jika ada saudara seagamanya yang wafat, bahwa warna hitam di tubuh jenazah bukanlah berarti ia meninggal dalam keadaan dimurkai oleh Allah sebagaimana yang banyak dikira oleh masyarakat awam. Bisa saja hal itu terjadi karena faktor-faktor biologis yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Untuk itu, kita tidak boleh memvonis seseorang meninggal dalam keadaan su’ul khatimah hanya gara-gara ada warna hitam di jasadnya. Bukankah ajaran Islam yang kita anut memerintahkan kita untuk selalu berbaik sangka kepada sesama manusia?

Daftar Pustaka
1.       Dr. Abdurrahman Raf’at Pasya, Shuwar min Hayat at-Tabi’in
2.       www.wikipedia.com

Subscribe via email